|
Jhoni Allen Marbun ancam laporkan AHY ke polisi. |
Ini Senjata Baru Kubu Moeldoko untuk Penjarakan AHY, Demokrat: Jhoni Allen Ini Cermin Sikap Feodal
JAKARTA | Merdekapost.com- Kisruh Partai Demokrat semakin meruncing. Kubu Moeldoko berencana melaporkan Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) ke polisi.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) Jhoni Allen Marbun menganggap AHY telah mengubah mukadimah atau pembukaan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai dari versi awal Partai Demokrat tahun 2001.
Menurut Jhoni, mukadimah dalam partai seharusnya tidak boleh diubah kecuali pasal yang ada di dalamnya.
"Kita akan melaporkan AHY memalsukan akta AD/ART 2020 khsususnya mengubah mukadimah dari pendirian partai."
"Tidak boleh. Pasal boleh berubah tapi mukadimah tidak boleh berubah," ungkap Jhoni dalam konferensi pers pada Kamis (11/3/2021), dikutip dari tayangan Kompas TV.
Baca Juga:
• Kubu Moeldoko Respons Soal Gatot Nurmantyo Diajak Kudeta AHY
• Mau Tau? Ini Kekayaan Moeldoko, Eks Panglima TNI dan Ketum Demokrat Versi KLB
• Kronologi 'Gus Bahar' Bisa Gandakan Uang 10 Juta Jadi 2,2 Miliar
Oleh karena itu, Jhoni menyebut AHY harus bertanggungjawab dengan adanya perubahan mukadimah tersebut.
Pasalnya, AHY dianggap telah melakukan perencanaan secara terstruktur dan masif dan merampas hak kedaulatan para kader Demokrat.
"Agus Harimurti Yudhoyono harus bertanggungjawab melakukan perencanaan terstruktur, masif dan tertulis, merampas hak-hak demokrasi, merampas hak-hak kedaulatan dari kader Demokrat dari Sabang sampai Merauke."
"Dan ini akan kita laporkan sebagai pemalsuan khususnya pembukaan atau mukadimah AD/ART tidak sesuai dengan mukadimah awalnya pendirian Partai Demokrat," jelas Jhoni.
Kubu AHY Anggap Rencana Pelaporan Hanya Menakut-nakuti
Menanggapi rencana itu, Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra turut buka suara.
Herzaky mengaku heran karena para pelaku kudeta itu selalu membawa hal apapun ke ranah hukum.
Padahal, kata Herzaky, penyelenggaraan Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara pada Jumat (5/3/2021) lalu itu sudah melanggar hukum.
"Para pelaku GPK-PD ini ada apa-apa, sedikit-sedikit bawa ke ranah hukum, seperti paling tahu dan paling patuh hukum saja."
"Jelas-jelas mereka melanggar hukum, tidak tahu dan tidak patuh hukum."
"Dengan mengadakan kegiatan politik yang diklaim sebagai Kongres Luar Biasa di Sumut, Jumat, 5 Maret 2021 lalu," kata Herzaky dalam keterangan yang diterima Tribunnews.com, Kamis (11/3/2021).
|
Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra. (Istimewa) |
Herzaky menambahkan, para pelaku kudeta itu seharusnya tidak berhak menyelenggarakan KLB.
Bahkan syarat pelaksanaannya saja tidak terpenuhi dan tidak dihadiri oleh pemilik hak suara sah berdasarkan AD/ART dan Undang-undang Partai Politik.
"Izin dari kepolisian setempat dan pemerintahan setempat untuk melaksanakan kegiatan juga tidak ada."
"Sekarang, mau menakut-nakuti kami, mengancam-ancam, karena mereka memang tahu mereka itu pihak yang salah," jelas Herzaky.
"Dan kegiatan kemarin yang diklaim sebagai KLB itu tidak sah, makanya sekarang asal tembak saja kemana-mana, keburu sudah malu luar biasa karena gagal melaksanakan KLB sah," kata dia.
Sementara itu, Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani menilai, perubahan mukadimah yang dilakukan dalam sebuah kongres adalah sah.
Hal ini lantaran kongres merupakan lembaga yang memiliki kewenangan tertinggi dalam partai.
"Kongres sebagai lembaga dengan kewenangan tertinggi berwenang mengubah AD/ART termasuk mengubah mukadimah jika menjadi kesepakatan kongres," kata Kamhar dalam keterangannya kepada Kompas.com, Kamis (11/3/2021).
Kamhar menjelaskan, mukadimah dalam AD/ART memungkinkan untuk direvisi apabila dinilai perlu guna merespons dinamika dalam ruang dan waktu.
Ia menilai, revisi terhadap mukadimah itu mampu membuat isi mukadimah lebih adaptif, relevan dan tidak anakronis.
"Pernyataan Jhoni Allen Marbun tentang ini mencerminkan sikap feodal dalam berorganisasi dan obskurantis," ucapnya.
Dia menambahkan, kubu kontra AHY yang disebutnya Gerakan Pengambilalih Kepemimpinan Partai Demokrat (GPK-PD) terindikasi terjebak romantisme masa lalu.
Baca Juga:
• DPR dan Pemerintah Sepakat UU Pemilu Batal Direvisi, Pileg dan Pilpres Serentak Tetap 2024
Menurut Kamhar, kelompok ini mengabaikan regenerasi dan sulit menerima kenyataan kehilangan kekuasaan sebagai konsekuensi logis pergantian kepengurusan serta posisi Demokrat yang kini berada di luar pemerintahan.
"Karenanya, melalui KLB ini mereka berharap syahwat ingin berkuasanya dapat terlayani."
"Baik sebagai jajaran pimpinan utama Partai Demokrat maupun sebagai bagian dari koalisi pemerintah yang mendapat akses dan porsi menikmati kue kekuasaan," ujarnya.
Lanjut Kamhar, hal tersebut terkonfirmasi dari pernyataan kelompok KLB yang menyebut telah mempersiapkan kader masuk dalam pemerintahan.
Dia juga menilai, kelompok KLB terindikasi gagal move on karena masih menggunakan AD/ART Partai Demokrat tahun 2005 sebagai pedoman dan acuan memberi legal standing KLB.
"Ini sulit diterima dan bertentangan dengan akal sehat. Di organisasi manapun, AD/ART yang berlaku sebagai hukum adalah AD/ART yang terbaru yang disepakati dan ditetapkan dalam forum pengambilan keputusan untuk itu yang sah dan legal," tuturnya.
Atas dasar tersebut, lanjut Kamhar, Partai Demokrat tetap menilai hasil Kongres V 2020 merupakan yang sah.
Terakhir, Kamhar juga mengatakan, kelompok KLB terkesan memaksakan diri menggunakan AD/ART tahun 2005.
(adz | Sumber: Tribunnews | Merdekapost.com)