Opini Musri Nauli: Jejak Belanda di Jambi |
Musri Nauli
Indonesia adalah negeri kaya-raya. Zamrud khatulistiwa. ”Tongkat dan kayu jadi Tanaman” kata Koes Plus. “Gemah ripah loh jinawi” istilah Jawa. “Padi Menjadi. rumput hijau. Kerbo gepuk. airnya tenang. Ikan jinak. Ke aek cemeti keno. Ke darat durian gugu’” istilah Melayu Jambi.
Lalu mengapa Negeri Belanda yang luasnya “seupil mampu menguasai Indonesia 1.09 juta kilometer persegi, 17 ribu pulau selama ratusan tahun ?
Belanda datang ke Indonesia dimulai dari pelayaran pertama yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman tahun 1596. Berhasil mendekati Kerajaan Banten namun terlibat perang dengan Portugis. Belanda kemudian diusir dari Banten terus ke Madura dan kemudian diusir dan pualng ke Belanda dengan membawa sedikit rempah-rempah.
Tahun 1598, Belanda kemudian tiba dipimpim Jacob van Neck. Hubungan dengan Banten diperbaiki dan kemudian diterima. Belanda kemudian mengirimkan tiga kapal pulang ke Belanda. Tahun 1599 kemudian ke Maluku dan berhasil membawa rempah-rempah melimpah ruah. Tahun 1612.
Tahun 1602, pembesar Belanda Olden Barneveld menghimpun semua kongsi besar kedalam Verenigde Oos-Indische Compagnie (VOC). Gubernur Jenderal VOC Pertama adalah Pieter Both. Semula kedudukan VOC di Ambon untuk kemudahan monopoli rempah-rempah. Namun kemudian dipindahkan ke Jayakarta sebagai control jalur perdagangan di Malaka. Setelah peperangan panjang dengan Jayakarta tahun 1619 berhasil dikuasai. Jayakarta kemudian berganti menjadi Batavia.
Setelah memantapkan kekuasaan di Batavia selanjutnya VOC konsentrasi ke Banten. Setelah itu Mataram, Cirebon, Maluku, Banda, Ambon, Makassar dan Bone.
Memasuki tahun 1799, VOC kemudian bangkrut. Disebabkan keserakahan penguasa local, ketidakcakapan para pegawai mengendalikan monopoli bahkan menyebabkan kas VOC menjadi kosong. Belum lagi perang dengan Inggeris di Persia, Hindustan, Sri Langka dan Malaka. Pemerintahan Belanda kemudian mengambil alih. Masa ini kemudian dikenal dengan Hindia Belanda.
Jejak terhadap perkebunan paska tahun tanaman paksa (cultuursteel) masih dapat dilihat didalam berbagai penelitian.
Tahun 1836-1845 mulai didirikan kebun-kebun kecil di daerah Bogor yaitu: Ciawi, Pondok Gede Cioreg, Cikopo, dan Bolang. Hasilnya pada tahun 1845 telah diekspor teh yang pertama kali dari Jawa ke Amsterdam sebanyak 200 peti. Tahun 1887, dilakukan penanaman teh di Kemuning oleh perusahaan Belanda NV. Cultuur Maatschappij. Di Karawang Perusahaan perkebunan tersebut hampir semuanya perkebunan karet atau teh pada tahun 1929.
Di Desa Trisobo, tanah-tanah garapan petani hasil membuka hutan, disewa secara paksa oleh pemerintah kolonial Belanda disekitar tahun 1920.
Pada tahun 1920 petani di seluruh Indonesia mulai menanam kopi sebagai komoditas perkebunan yang diperdagangkan.
Begitu juga perkebunan kelapa sawit pertama di lokasi pantai timur Sumatra (Deli) dan Aceh yang saati itu luasnya 5.123 hektar. Kisah Perkebunan Deli banyak menarik perhatian para penulis. Pembukaan perkebunan di Deli, Serdang diikuti oleh perluasan ke daerah Langkat, Simalungun, dan Asahan memicu pendirian berbagai perusahaan pendukung lainnya Perkembangan perkebunan yang pesat di Sumatera Timur menjadi dasar pendirian berbagai perusahaan seperti kereta api Deli (Deli Spoorweg Maatschappij/DSM), Deli Tanker Installation, Deli Haven Beheer, telepon, perumahan, dan sewa gudang. Di Pasaman dibangun 1906 diantaranya di Silayang, Muara Sungai Lolo dan Koto Rajo.
Sedangkan karet ditanami tahun 1912 di Batujamus Karanganyar oleh Gouvernement Landbouw Bedrijven (GLB). Karet pertama kali ditanam di Kalimantan Selatan pada tahun 1904; kira- kira tahun 1920-an, daerah ini menjadi kaya dengan karet. Tahun 1920 – 1927 harga karet dipasaran internasional melonjak. Tertarik akan memperoleh keuntungan yang banyak, penduduk daerah Hulu Sungai merombak sawah mereka menjadi kebun karet. Mengusahakan karet saat itu menjadi salah satu mata pencaharian di samping bertani, menangkap ikan serta mengumpulkan hasil hutan.
Baca Juga Opini Musri Nauli: Jejak Belanda di Jambi di: Thehok.id
0 Comments:
Posting Komentar