Penulis: Ema Damayanti, S.E., M.Sc
Mangkirnya Calon Walikota dan Wakil Walikota Sungai Penuh dalam acara penandatanganan pakta integritas anti korupsi yang diusung oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi bahasan topik para milenial dan Facebooker yang berdomisili di Kota Sungai Penuh.
Ketidakhadiran pasangan calon walikota nomor urut 2 Fikar Azami dapat dikaji dari beberapa perspektif. Pakta integritas merupakan komitmen Calon Kepala Daerah terkait penanganan kasus korupsi yang banyak melibatkan Kepala Daerah dan para anggota dewan perwakilan rakyat.
Bahkan tak sedikit kepala daerah dan anggota DPR yang tertangkap tangan pada saat pemberian gratifikasi (uang suap) untuk memuluskan berbagai proyek dan berbagai program pemerintah alias uang pelicin. Bahkan tak jarang juga gratifikasi ditunjukkan untuk uang "tutup mulut" atau yang lebih dikenal dengan "86".
Menurut saya, penandatanganan pakta integritas ini sebenarnya sebagai pintu masuk bagi lembaga anti rasuah untuk "menjebak" Kepala Daerah untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN serta pemerintahan yang baik (Clean Government and Good Governance).
Pasalnya seringkali lembaga penegak hukum kesulitan untuk memeriksa dan melakukan penyidikan terhadap Kepala Daerah dan anggota DPRD yang terindikasi korupsi dan masih memegang jabatan. Lantaran banyak prosedur yang mesti dilalui diantaranya meminta izin kepada Menteri Dalam Negeri. Penyidikan setelah masa jabatan kepala daerah dan anggota DPR itu berakhir.
Terkait 9 butir pakta integritas yang diajukan KPK yaitu :
1. Tidak melakukan tindak pidana korupsi.
2. Tidak melakukan politik uang dalam Pemilukada.
3. Mendukung upaya pendidikan antikorupsi, pencegahan dan penindakan korupsi.
4. Patuh melaporkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) dan menolak gratifikasi.
5. Membuat visi, misi program yang mencerminkan semangat anti korupsi.
6. Peduli kepada pemilih, merakyat dan berpihak kepada keadilan.
7. Menghindari konflik kepentingan seperti kolusi dan nepotisme.
8. Bergaya hidup sederhana, melayani dan selesai dengan dirinya.
9. Berani dan bertanggung jawab dalam setiap keputusan demi tegaknya integritas.
Teman-teman,,, Coba kita pahami dan analisa setiap butir pakta integritas... Artinya ini akan menjadi "jebakan" untuk calon walikota dan wakil walikota nomor urut 2 karena mereka tidak bisa memenuhi ini. Pakta Integritas ini seperti pisau bermata dua yang mengarah kepada keluarga besarnya.
Kalaupun dia terpilih dalam pemungutan suara nanti dengan pakta integritas ini dia akan membunuh keluarga besarnya sendiri, para kroni dan bahkan dirinya sendiri. Kenapa, sudah sejak tahapan konsolidasi partai dirinya sudah melanggar poin nomor 2. Berapa banyak uang yang dia keluarkan hanya untuk mengantongi surat rekomendasi partai.
Sementara ada ada beberapa partai yang mereka klaim kantongi surat rekomendasi. Bila dibandingkan dengan harta kekayaan yang dimiliki Fikar Azami-Yos Adrino yang dalam LHKP. Dengan rincian Fikar Azami memiliki harta senilai lebih kurang Rp 1,4 miliar, Yos Adrino senilai lebih kurang Rp 4 miliar. Sementara calon walikota nomor urut 1 Ahmadi Zubir memiliki nilai harta tertinggi sebesar Rp 33 miliar lebih dan Alvia Santoni memiliki harta senilai Rp 1,8 miliar.
Dari LHKPN kita bisa menganalisa asal dana yang dikantongi pasangan nomor urut 2 untuk membeli surat rekomendasi partai. Yang ujung-ujungnya bila berhasil memenangkan suara dalam Pemilukada 9 Desember mendatang tentunya keberatan untuk melaksanakan 8 butir pakta integritas yang diajukan KPK untuk ditanda tangani.
Sementara pasangan nomor urut 1 menurut saya lebih rasional dalam tahapan konsolidasi partai dan tidak tidak menggebu-gebu membeli surat rekomendasi partai mayoritas. Hanya jumlah rekomendasi partai yang disyaratkan oleh KPU.*
0 Comments:
Posting Komentar