Mercon (Petasan) |
Di masyarakat (terutama kalangan orangtua), ada tiga pendapat yang berbeda dalam menanggapi permainan petasan atau mercon yang dilakukan oleh anak-anak ini, antara lain:
Pendapat pertama, orangtua tidak bermain petasan dan benar-benar melarang anak-anak bermain mercon atau petasan.
Pendapat kedua, orangtua tidak perlu mempermasalahkan, cukup mengingatkan anaknya agar hati-hati bermain petasan.
Pendapat ketiga, memperbolehkan anak-anak bermain mercon dengan syarat ditemani oleh orang yang dewasa.
Petasan
Petasan merupakan bahan peledak low explosive. Bahan peledak low explosive adalah bahan peledak berdaya ledak rendah yang mempunyai kecepatan detonasi (velocity of detonation) antara 400 dan 800 meter per detik. Sementara bahan peledak high explosive mempunyai kecepatan detonasi antara 1.000 dan 8.500 meter per detik. Bahan peledak low explosive ini sering disebut propelan (pendorong) yang banyak digunakan pada peluru dan roket.
Di antara bahan peledak low explosive yang dikenal adalah mesiu (black powder atau gun powder) dan smokeless powder. Bagi sebagian masyarakat Indonesia, mesiu tersebut banyak digunakan sebagai pembuat petasan, termasuk petasan banting dan bom ikan. Bubuk mesiu adalah jenis bahan peledak tertua yang ditemukan oleh bangsa China pada abad ke-9.
Asal Usul Tradisi Menyalakan Petasan
Tradisi menyalakan petasan sudah ada sejak abad ke-12 di Cina. Tradisi ini sampai di Indonesia dan meramaikan hari-hari besar seperti pernikahan, kitanan, dan juga Ramadan. Petasan ini banyak dimainkan oleh anak-anak dengan berbagai cara. Salah satunya, melemparkannya kepada teman atau pada kendaraan yang lewat di sekelilingnya, atau sekedar dinyalakan di halaman rumah. Namun, beberapa tahun terakhir ini, bunyi petasan sudah jarang terdengar, karena polisi gencar melarang masyarakat menjual, menyimpan, dan menyalakan petasan.
Undang-undang Mengenai Petasan
Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dan Pasal 187 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang bahan peledak. Dalam undang-undang ini sudah diatur soal bahan peledak yang menimbulkan ledakan dan dianggap mengganggu lingkungan masyarakat. Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa pembuat, penjual, penyimpan, dan pengangkut petasan bisa dikenai hukuman minimal 12 tahun penjara hingga maksimal kurungan seumur hidup.
Beberapa Musibah yang Pernah Terjadi Akibat Petasan
JAKARTA, KOMPAS.com — Sugiono, korban luka bakar ledakan kembang api yang terjadi di Kamal Raya, Jakarta Utara, tak dapat diselamatkan. Sugiono.
Elshinta.com – Seorang pria remaja berusia 17 tahun, bernama Dedi Panigoro, harus mengalami hancur telapak tangan kirinya lantaran bermain petasan rakitan di Gorontalo. Ia dilarikan ke RS Alui Sabu, Gorontalo.
Liputan6.com, Parung – Jalur distribusi petasan ke pasar-pasar tradisional juga kerap mengakibatkan kejadian yang tak diharapkan. Seperti yang terjadi di Pasar Parung, Bogor, Jabar Api melalap puluhan kios yang disebabkan meledaknya petasan siap jual lantaran cuaca panas.
Pendapat Para Tokoh
KH Miftachul Akhyar, mengatakan bahwa Islam tak melarang adanya kegembiraan dalam menyambut Ramadhan, misal dengan bermain petasan, walau hanya sesaat, tapi bila sudah bersifat mubadzir (sia-sia) yang tidak ada nilai pahalanya sama sekali, maka hal itu sama halnya dengan membakar uang dan menghilangkan nyawa manusia.
“Bermain petasan itu sifatnya mengganggu. Menimbulkan letusan bahkan bisa mencelakai orang lain. Karena manfaatnya sedikit dan cenderung merugikan, pihak kepolisian sudah sejak lama menegaskan bahwa petasan dilarang beredar terutama pada bulan Puasa,” tegas Kapolsekta Samarinda Utara AKP Bambang Budiyanto. )***
sepakat
BalasHapussudah seharusnya petasan dimusnahkan, karena mengganggu lingkungan dan ekosistem.
BalasHapus